Sabtu, 27 Juni 2009

Bahasa itu Mudah

BEBERAPA SEGI MENGENAI BAHASA INGGERIS
Johansyah

Nothing should be spoken before it has been heard.
Nothing should be read before it has been spoken.
Nothing should be written before it has been read
L.G.Alexander (Practice and Progress)

Belajar bahasa asing itu sebenarnya tidaklah sesulit seperti yang dibayangkan pada umumnya, asal saja prosedur pembelajarannya sama atau meniru bagaimana cara kita mempelajari bahasa dari bahasa-ibu kita sendiri. Dalam hal ini ada suatu petunjuk yang selama ini kurang diperhatikan orang, yakni mengapa orang yang bisu itu juga bisa. Padahal orang tersebut organ-organ untuk dapat bercakap keadaanya normal, tuli. sebagaimana orang lainnya, yang kurang baik hanyalah organ-pendengarannya saja. Ini menunjukkan bahwa untuk dapat bercakap, mengunakan bahasa ibunya, syarat utamanya adalah dapat mendengar. Dengan kata lain adalah aktifnya syaraf-syaraf yang meneruskan getaran yang diterima oleh gendang-pendengar, yang menyampaikannya ke otak, yang kemudian diteruskan ke organ yang menggetarkan pita-suara untuk dapat menirunya sekaligus untuk dapat mengingatnya. Inilah proses tahap pertama dan utama bagaimana kita dapat menguasai bahasa-ibu kita yang berlangsung sejak kita dilahirkan. Dengan berfungsinya kedua jenis getaran tadi oleh otak, maka tersimpanlah datanya, yang pada awal mulanya berupa konsep dasar. Dengan adanya masukan konsep-konsep dasar baru akan terbentuklah suatu rangkaian baru semacam IC (Integrated Circuit). Sejumlah IC akan dapat dirangkai menjadi sejenis Card dan akhir jadi semacam Chip, layaknya seperti yang ditiru oleh perancang mesin komputer.Yang jelas dapat disimpulkan, bahwa untuk menguasai bahasa, bukan hanya bahasa-ibu, itu harus dengan bekal pertama dan utama berupa kesanggupan mendengarkan (listening). Ingat, bukan mendengar (hear), yang lebih bersifat mekanik daripada proses psiko.
Oleh karena itu tepatlah ungkapan baris pertama dari axioma L.G. Alexander di atas tadi ( Nothing shoud be spoken before it has been heard ) artinya tidaklah mungkin seseorang berbicara bilamana belum pernah didengar sebelumnya. Orang-orang di manca-negara memakai rumusan ini. Pada tahun-tahun pertama pengajaran bahasa Inggeris yang diajarkan adalah bercakap (orally), di mana dua macam keterampilan di latihan, yaitu mendengarkan (listening) dan mengucapkan (speaking) sekali gus. Tidak ada materi yang tertulis, kecuali sejumlah gambar disamping rekaman audio maupun video sebagai alat bantu mengajarnya.
Dalam speaking ini dikehendaki suara, intonasi dan lainnya serupa dengan penutur-aslinya (native speaker). Sejak awal belajar, penuturan serupa inilah yang harus diperdengarkan, sehingga rangkaian konsep-konsep yang telah terekam dalam otak siswa bersangkutan dapat dikenali kembali (retrieve), bila kemudian mendengarnya untuk kali yang lain. Dan ada salah satu kekhususan dari native-speaker ini adalah ngomong with the hot potato in his mouth yang harus pula diperhatikan oleh para pengajar agar dapat memperoleh hasil yang maksimal.
Sesudah terdapat kelancaran bercakap, barulah dikuti dengan membaca (reading). Membaca inipun dimulai dulu dengan tingkat kesukaran (level) yang paling rendah ( a basic vocabulary of 300 words). Buku-buku atau ceritera yang terkenal secara umum di sadur dengan menggunakan jumlah kosa-kata yang sedikit jumlahnya (terdiri atas 300 kosa-kata) saja.
Dengan membaca sejumlah buku level dasar ini, otak akan menambah sejumlah konsep dan ide-ide, yang terumus dalam bahasa (rangkaian kosa-kata) Inggeris ini yang disebut juga sebagai vocabulary. Hal ini memungkinkan yang bersangkutan dapat berkomunikasi lebih lancar dan lebih bervariasi, sekalipun dalam ruang lingkup yang masih terbatas. Dan yang paling penting adalah belajar bahasa asing ini kian hari kian menarik dan beban-beban yang dirasakan oleh siswa umumnya pada saat ini tidak dirasakan lagi. Demikianlah tingkat kesukaran itu dapat dinaikkan bila level pertama tadi sudah pada dikuasai ke 600 words, kemudian 1000 words, 1500 words, 2000 words dan 2500 words.
Adapun mengenai berbagai aturan berbahasa (grammar, idiom, proverbs dan lainnya) sebagian besar sudah terserap sejak kegiatan bercakap dimulai dan akan terus bertambah seiring dengan bertambahnya ketrampilan bercakap serta banyak membaca itu. Dalam hal ini berlaku pepatah yang berbunyi ‘Alah bisa karena biasa’. Jadi sejumlah materi tertentu harus digunakan sesering mungkin dalam suatu latihan yang dikemas secara khusus, yang dinamakan drill. Dengan drill ini siswa dilatih sedemikian rupa sehingga dapat bercakap dengan lancar, artiya merespon lawan bicara dilakukannya secara spontan. Kemasan drill ini dapat menggunakan program yang dinamai Computer-Aided Instructions (CAI), atau hanya dengan memanfaatkan tape-recorder saja, dengan tingkat kesulitan yang berjenjang pula.
Speaking, termasuk di dalamnya listening dan reading, ketiga ketrampilan inilah yang menentukan keberhasilan pengajaran bahasa Inggeris itu. Writing yang dianggap paling sulit, pada saat menjadi jauh lebih mudah, karena adanya computational linguistic pada bahasa Inggeris dengan menggunakan perangkat computer. Dengan pendigitan bahasa Inggeris ini, termasuk CAI seperti yang disebutkan di atas tadi, yang hingga saat ini belum dapat muncul di dalam kelas di negeri kita, maka jelas keinginan untuk mensetarakan kualitas pengajaran bahasa ini dengan negeri-negeri jiran hanya angan-angan belaka. Dalam hal ini yang menentukan terletak pada otak, yang memerlukan suatu prosedur tertentu yang sangat bersifat psiko tapi dapat dipermulus dengan berbagai bantuan sarana digital.
Demikianlah beberapa segi yang berisi sedikit informasi mengenai pengajaran bahasa Inggeris yang selama ini merupakan momok yang tidak hanya ditakuti oleh para siswa dan juga oleh para orang tua mereka. Semoga tulisan ini dapat membantu para pengambil keputusan yang terkait dalam menetapkan kebijakannya.
Bacaan:
Montago, Ashley, The Cultured Man, Permabooks, New York 1959.
Alexander, L. G., Practice and Progress, Longman Group Limited, London 1972.
Miarso, Yusufhadi, Teknologi Komunikasi Pendidikan, Analisis Pendidikan No.1, Tahun 1980, Departemen Pendidikan dan Kebuadayaan, Jakarta.
Damasio, Antonio R. dan Hanna, Brain and Language, Scientific American, September 1992, Scientific American Inc., New York.
Burton, Desmond R., Making Use of Redundancy in Listening and Speaking, English Teaching Forum, January 1996, Washington DC.
Arnold, Douglas N., Cumputer-Aided Instruction, MS Encarta Library 2005, MS Crporation, Redmond.

Tidak ada komentar: